BAB I
ESTETIKA BENTUK
1.1.
Pengertian
Kata estetika berasal dari bahasa Yunani aistheticadan
aisthesis. Aesthetica adalah hal-hal yang dapat dipersepsi
atau dicerap oleh pancaindera,sementara aisthesis adalah pencerapan
indera atau persepsi inderawi (Gie, 1983). Selanjutnya istilah ini dipopulerkan
oleh Leibniz (1646-1716) sebagai jenis pengetahuan inderawi, untuk
membedakannyadengan pengetahuan intelektual, dan Alexander Gottlieb Baumgarten
(1714-1762) sebagai kajian tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan
keindahan (Sachari 2002:4).Estetika adalah bagian dari atau termasuk ruang
lingkup filsafat, yaitu filsafat keindahan. Tetapi padasaat ini, estetika tidak
lagi semata-mata bercorak filsafati, melainkan juga sudah sangat ilmiah. Pokok
bahasan estetika tidak hanya mengenai masalah keindahan, tetapi sudah meluas
meliputi seni dan pengalaman estetis (Gie, 1983:16). Sejalan dengan
berkembangnya seni, estetika kemudian diartikan sebagai keindahan yang
dihubungkan (terutama) dengan seni. Hal ini tercermin dari definisi estetik
yang diberikan oleh Louis Kattsoff dalam ‘Elements of Philosophy’ bahwa
estetika adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan keindahan, khususnya
seni.
The branch of philosophy which concerns itself with the
definition, structure and role of beauty, especially in the arts is called
aesthetics (Gie,1983:17).
Bahkan dalam perkembangan selanjutnya, Van Meter Ames dalam
Collier’s Encyclopedia mempersempit pengertian estetika sebagai kajian
tentang penciptaan, apresiasi dan kritik seni.The study of what is
involved in the creation,appreciation, and criticism of art; in the relation of
art to other human activities and interest; and in the changing role of art in
a changing world (Gie, 1983:18).
Estetika kemudian diartikan sebatas filsafat seni,karena
keindahan dianggap identik atau berkaitan erat dengan seni (istilah filsafat
seni dan keindahan direduksi menjadi filsafat seni saja). Pengertian terbatas
ini tidak memuaskan, karena sesungguhnya seni tidak identik dengan keindahan,
ataupun sebaliknya. Dengan kata lain, seni tidak harus indah, misalnya lukisan
tentang pembakaran kota Roma olehKaisar Nero dan indah tidak selalu berkaitan
denganseni, misalnya keindahan pemandangan pantai atau
matahari
terbit dan terbenam.Dengan demikian, pengertian yang penting selanjutnya adalah
yang berkaitan dengan definisi keindahan. Keindahan adalah kualitas perasaan
yang timbul apabila pada waktu mempersepsi suatu benda atau gagasan, di dalam
pikiran dan hati perseptor timbul kepuasan tanpa adanya kepentingan
apapun.Definisi ini mengacu pada pengertian citarasa dalam filsafat menurut
Kant, karena kemampuan untuk menghargai keindahan adalah kemampuan (masalah)
cita rasa (taste). Citarasa (taste) adalah kemampuan mental untuk
menilai suatu benda atau gagasan dalam hubungannya dengan kepuasan atau
ketidakpuasan tanpa adanya suatu kepentingan apapun (Gie,1983:17).
Tetapi pengertian atau makna keindahan di atas belum jelas,
karena tidak menyebutkan sumber yang menimbulkan kepuasan, pada waktu
mempersepsi suatu benda seni. Kepuasan yang timbul pada waktu apresiator
mempersepsi karya seni, tidak hanya timbul dari atau meliputi kepuasan
inderawi, tetapi juga pada waktu apresiator memahami sebuah karya
seni.Pemahaman di sini timbul pada waktu apresiator dapat “menangkap” pesan
yang ingin dikomunikasikan seniman kepada reader; kepuasan timbul pada
waktu apresiator dapat mengerti makna yang ada di balik bentuk-bentuk visual,
tidak sekedar karena melihat bentuk yang menyenangkan mata.Kata ‘indah’ dalam
bahasa Indonesia, ‘beautiful’ dalam bahasa Inggris, ‘beau’ dalam
bahasa Perancis, ‘bello’ dalam bahasa Spanyol dan Italia, berasal dari
bahasa Latin ‘bellum’. Akar katanya adalah ‘bonum’ yang artinya
adalah kebaikan (Gie, 1983:34). Dari etimologi kata dan pengertian awal
bangsa Yunani, keindahan adalah kualitas perasaan yang timbul pada waktu reader
menangkap ide tentang kebaikan di balik bentuk karya seni, misalnya
berkaitan dengan watak dan hukum yang indah (Plato), baik dan menyenangkan
(Aristoteles), ilmu dan kebajikan yang indah (Plotinus), buah pikiran dan adat
kebiasaan yang indah. Dalam bahasa Yunani, keindahan dalam arti (sekedar)
estetis, atau keindahan yang timbul hanya dari penglihatan, memiliki istilah
sendiri yang disebut ‘symmetria’. Dalam dunia pragmatis, karena istilah
‘indah’ dapat dipakai untuk menyebut segala sesuatu yang menyenangkan, tidak
mengacu pada sebuah criteria nilai yang khusus di bidang yang spesifik, kajian
tentang filsafat keindahan tidak lagi menjadi topic bahasan utama dalam
estetika, digantikan oleh konsep nilai estetis (Bullough, 1880-1934). Nilai
estetis adalah nilai yang berkaitan dengan segala sesuatu yang tercakup dalam
pengertian keindahan (Gie, 1983:37). Keindahan dianggap identik dengan nilai estetis.
Tetapi dalam perkembangan terakhir, sebagian ahli estetik abad 20 berusaha
menyempurnakan konsep tentang keindahan, dan mengembangkan pembagian yang lebih
terperinci dan hierarkis seperti indah (beautiful), cantik (pretty),
jelita (charming), menarik (attractive) dan lemah gemulai (graceful).Sehingga
berbicara tentang nilai, keindahan adalah salah satu nilai estetis, dan nilai
estetis memiliki lingkup yang lebih luas (Gie, 1983:39-40).Sebagai cabang
filsafat yang mengkaji teori keindahan, estetika menjelaskan bukan hanya ‘apa’ keindahan,
tapi juga ‘bagaimana’ keindahan itu, apakah sebuah kualitas (nilai) yang
berasal dari benda (estetika obyektif) atau dari pikiran apresiator (estetika
subyektif). Teori yang berkembang terakhir adalah kombinasi antara unsur
obyektif yang berasal dari bentuk karya dan subyektif yang berasal dari
latarbelakang (ground) apresiator. Akhirnya dapat dikemukakan empat buah
kriteria dari Johannes Volkelt (1848-1930) untuk menilai kualitas estetis dari
sebuah karya seni sebagai berikut (Gie 1983:49-50):
a)
Karya
seni (desain) menunjukkan keselarasan antara bentuk dan isi, serta sangat
menarik menurut perasaan: perenungan kita terhadapnya diliputi dengan rasa puas
b)
Karya
seni (desain) menunjukkan kekayaan akan hal-hal penting yang menyangkut (kehidupan)
manusia dan memperbesar (meningkatkan) kehidupan perasaan kita
c)
Karya
seni (desain) membawa kita masuk kedalam dunia khayal yang dicita-citakan, dan
membebaskan kita dari ketegangan atau suasana realita sehari-hari
d)
Karya
seni (desain) menunjukkan suatu kebulatan yang utuh dan mendorong pikiran pada
perpaduan mental. Dari kriteria nilai estetis di atas, jelas bahwa nilai sebuah
karya seni sangat ditentukan oleh maknanya:
a)
apakah
ada makna atau pesan yang disampaikan,daripada sekedar informasi tentang
komposisi bentuk dan warna
b)
bagaimana
kualitas pesan yang ingin disampaikan, apakah menimbulkan perenungan yang
meningkatkan kualitas batin. Dengan demikian, sebuah karya desain akan dinilai
tinggi atau dihargai, apabila apresiator dapat memahami konsep yang ada di
balik bentuknya, tidak sekedar mengalami kesenangan akibat keindahan visual.
No comments: